Novel Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 7



Ciuman itu cukup "mengganggu" gw. Malam setelah kejadiannya, gw nggak bisa tidur sepanjang malam! Menjelang subuh baru bisa pejamkan mata. Dan bukan cuma itu, gw yg dulunya nyantai sekarang mendadak jadi sedikit gugup saat ngobrol atau saat maen catur bareng Meva. Gw merasa, entahlah mungkin ini cuma perasaan gw aja, beberapa kali Meva mencuri pandang ke gw pas gw lagi nggak fokus ke dia.

Gw canggung. Padahal Meva sendiri nggak menunjukkan perubahan sikap apapun setelah hari itu seolah kecupan di pipi gw hanya terjadi di dongeng anak-anak. Dia tetep Meva yg biasanya, bertindak semau sendiri dan diktator ( gw suka banget nyebut kata ini, berasa keren ya?? ). Makanya sekarang gw lagi berusaha menetralkan sikap gw, coz kayaknya dia tau perubahan sikap gw ini.


Nggak bisa dipungkiri, gw memang suka sama Meva. Sejak pertama dia nyapa gw waktu itu, gw memang sering bermimpi bisa jadi cowoknya. Tapi ya itulah, itu hanya sebatas mimpi indah buat gw, yg saat gw terbangun nanti mimpi itu akan berakhir.

Gw bisa aja ungkapkan perasaan gw ke dia, tapi gw takut itu bener-bener akan mengubah keadaan kami. Gw nggak mau ini berakhir, berubah sedikitpun gw nggak mau. Maka yg bisa gw lakukan hanyalah sebisa mungkin tetap terlelap dalam mimpi dan berharap pagi nggak akan cepat datang.....

"Ri, nyanyiin lagu dong buat gw?" kata Meva sore itu.

Gw dan Meva lagi maen catur.

"Apaan? Orang lagi maen catur malah nyuruh nyanyi," gw anggap ini permintaan teraneh dari dia. "Oh..gw tau, ini cuma trik lo doang kan buat membuyarkan konsentrasi gw? Biar lo bisa menang."

"Yaelah nggak pake trik juga gw udah menang khan?"

Gw nyengir malu.

"Ya udah tuh giliran lo jalan," gw menunjuk pion miliknya.

"Enggak mau. Gw mau denger lo nyanyi."

"Ah, gitarnya ada di kamer Indra dan dia masih gawe. Kamernya dikunci. Bisa dimengerti Teh? Sok atuh ayeuna jalankeun tah eta kuda na."

Meva menggeleng.

"Nggak mau," katanya menatap gw penuh harap.

"Lo nyerah nih?" gw bersiap mengambil bedak di bawah meja.

"Nyanyi dong...suara lo kan bagus tuh...gw sering denger lo nyanyi kok."

"Tapi suara lo lebih bagus."

"Tau darimana? Gw nggak bisa nyanyi."

"Lha, waktu itu khan malem-malem lo nyanyi sambil gw maen gitar? Masa lupa sih?"

Meva nampak berpikir.

"Anggep aja gw lupa deh," dia terkikih pelan. "Gw lupa sumpah."

Gw gelengkan kepala. Mungkin waktu nyanyi lagu Jamrud itu dia lagi nggak sadar kali ya?

"Ya udah kalo lo nggak mau nyanyi, gw mau tanya.."

"Banyak banget mau lo!"

"Iiih, gw belum selesai ngomong juga," katanya sambil melotot. "Dengerin dulu gw ngomong."

"Dasar tukang maksa," gumam gw pelan.

"Apa lo bilang tadi?"

"Eh, gw nggak ngomong apa-apa kok. Udah sok atuh mau tanya apa?"

"Gini, gw mau tanya.."

"Iya tapi mana pertanyaannya??"

"ARI!!" Meva berteriak kesal. "Jangan potong omongan orang laah!"

"Hehehe..iya iya maap."

Meva mencibirkan mulutnya kesal ke gw.

"Emh...gini, seandainya lo adalah cowok gw, lo akan nyanyiin lagu apa buat gw?" tanyanya.

"Wah, gw kan bukan cowok lo?"

"Ini kan kita lagi berandai-andai!"

"Iya iya, sewot mulu ah."

"Ya elonya sih ngeselin! Udah buruan jawab."

Gw berpikir sejenak. Lalu gw teringat sebuah lagu.

"Mungkin The Pretenders yg judulnya I'll Stand By You," kata gw akhirnya.

"Oiya? Lagunya gimana sih?"

Gw diam.

"Tuh kan ujung-ujungnya tetep gw disuruh nyanyi juga!" kata gw sadar.

"Ya udah apa susahnya sih?"

"Gitarnya di dalem kamer. Males gw ngambilnya."

"Ya udah atuh, acapella an aja."

Gw menggeleng.

"Please....." pintanya merayu. "Sampe reff nya aja deh?"

Gw mendengus keras.

"Cuma sampe reff doang lho," kata gw.

"Iya nggak papa! Ayo buruan."

Akhirnya gw ambil gitar dari kamar, duduk menghadap Meva dan mulai bernyanyi sambil menghafal lirik yg hampir gw lupa...

Oh, why you look so sad?
Tears are in your eyes
Come on and come to me now
Don't be ashamed to cry
Let me see you through
'cause I've seen the dark side too

When the night falls on you
You don't know what to do
Nothing you confess
Could make me love you less

I'll stand by you
I'll stand by you
Won't let nobody hurt you
I'll stand by you
So if you're mad, get mad
Don't hold it all inside
Come on and talk to me now

Hey, what you got to hide?
I get angry too
Well I'm a lot like you

When you're standing at the crossroads
And don't know which path to choose
Let me come along
'cause even if you're wrong

I'll stand by you
I'll stand by you
Won't let nobody hurt you
I'll stand by you
Take me in, into your darkest
hour
And I'll never desert you
I'll stand by you...

Hening...

Meva menatap gw sambil tersenyum. Gw juga diam menatap dia. Sampai gw lihat bahunya mulai bergetar. Meva berkaca-kaca.

"Sorry. Belum pernah ada yg nyanyiin lagu buat gw sebelum ini...." kata Meva usapi airmatanya. "Lo yg pertama Ri. Nice song...."

Gw tersenyum. Menyandarkan gitar di dinding lalu mengetuk papan catur pelan.

"Oke," kata gw. "Jadi bisa kita lanjutin maennya?"

Meva tersenyum.

"Thanks .."

Gw jawab dengan anggukan kepala. Dan sore itu kami lanjutkan main catur sampe maghrib...

Rabu malam yg gelap di bulan Mei..

Butiran-butiran air hujan mendadak turun dengan derasnya mengguyur sebagian Karawang. Beberapa pengendara sepeda motor terpaksa menepikan kendaraannya menghindari hujan, termasuk gw. Karena tanggung ada di depan mall Ramaya*a maka gw memutuskan berbelok ke tempat parkir mall dan berteduh di depan kaca-kaca besar mall yg menampilkan banyak model busana wanita di baliknya.

Balik gawe tadi gw mampir ke kosan temen di dekat stasiun Klari dan pulangnya gw pinjam motornya karena gw memang nggak punya motor sendiri. Rencananya motor akan dikembalikan besok pagi saat bertemu di kantor.

"Hufft....kenapa mesti ujan sih?" gw mendesah.

Hp gw mendadak bergetar. Sms dari Indra.

'Lu dimana? Jam segini belom balik. Tuh pacar lu nanyain mulu. Bosen gw dengernya.'

Gw tersenyum simpul. Lalu jari gw menari di atas keypad mengetikkan pesan balasan yg menjelaskan posisi gw sekarang.

Gw menatap sekeliling. Banyak juga yg berteduh di sini. Ah, daripada bored di sini gw putuskan masuk ke mall sekedar duduk di salahsatu kafe ditemani secangkir kopi hangat sambil menunggu hujannya reda. Tapi nampaknya ini bukan mall seperti kebanyakan yg lain seperti di kota gw, ini lebih tepat disebut swalayan khusus pakaian atau apalah itu namanya. Yg ada di sini kebanyakan butik dan distro. Gw nggak menemukan kafe di sini. Di lantai dua pun sama. Maka gw turun lagi dan bergegas hendak berdiri di luar seperti tadi.

Mendadak pandangan gw terpaku pada sebuah patung peraga busana yg dipajang di dalam sebuah butik khusus pakaian wanita. Ada beberapa patung di dalam, tapi satu patung berhasil membuat gw berhenti dan berdiri di depan kaca butik itu. Sebuah patung yg dipasangi busana untuk wanita kelas atas di Jepang. Gw agak lupa nama butik itu, yg jelas itu butik berlatar Jepang (namanya juga menggunakan kata di bahasa Jepang). Segala busana yg ada di dalamnya juga nampaknya khas dan berasal dari negeri sakura.

"Maaf Pak, ada yg bisa saya bantu?" seorang SPG menyapa gw ramah dan membungkukkan badan tanda penghormatan.

"Ouwh, ngg....boleh saya liat-liat ke dalem?" tanya gw.

"Silakan Pak," dia membungkukkan badan lagi.

Gw berjalan masuk melewati wanita itu dan menuju patung yg menarik perhatian gw. Gw nggak tau model pakaian yg dipakainya, yg sangat menarik minat gw adalah yg dipakai di kakinya : stoking belang hitam putih. Gw tersenyum sendiri membayangkan, pasti cocok banget kalau stoking itu dipakai Meva.

SPG yg tadi menemui gw menghampiri.

"Udah ada yg dipilih?" tanyanya masih ramah.

"Emh..apa tiap busana di sini dijual satu set? Maksudnya, nggak boleh dibeli terpisah?"

Wanita tadi melirik patung di depan gw.

"Kalo baju, harus dibeli satu set sama rok. Kecuali topi, tas, atau sepatu, boleh kok dibeli terpisah."

Gw tersenyum senang.

"Termasuk stoking ini?" gw menunjuk kedua kaki patung yg jenjang.

"Iya, boleh. Mau yg ini Pak?"

"Yupp," gw mengangguk senang.

"Mau ambil berapa?"

"Satu aja deh."

"Wah, nggak bisa kalo cuma satu. Minimal sepasang, kanan sama kiri."

"Lho, iya maksud saya satu pasang Mbak," ni SPG ngajak ribut kali ya.

"Oke, segera saya siapkan. Silakan menunggu di kasir, saya akan bawa notanya ke sana."

Dan sepuluh menit kemudian gw sudah kembali di luar, menatap rintikan hujan yg mulai mereda. Tas kecil di tangan kanan gw genggam erat. Rasanya lama sekali hujan reda. Setengah jam kemudian gw baru bisa balik.

...

Gw baru selesai mandi dan sedang menyisir rambut ketika pintu kamar terbuka lebar. Meva muncul dengan senyum yg khas.

"Kok baru balik?" tanyanya.

"Laen kali ketuk dulu sebelum masuk," kata gw ketus. "Kalo gw lagi telanjang gimana??"

Meva terkikih.

"Kan lo lagi nggak telanjang?" sahutnya dengan tampang innocent.

Gw menggerutu pelan berusaha nggak terdengar oleh Meva.

"Udah makan belum?" tanyanya lagi.

Gw menggeleng.

"Nih," Meva menunjukkan tangannya dari balik badannya. "Gw udah beli mie ayam favorit lo. Masih anget nih."

"Pas banget, gw lagi laper banget."

"Gw taro di sini yah," diletakkannya plastik hitam di atas kasur. "Lanjutin ganti bajunya deh."

"Thanks Va," sahut gw. "Eh tunggu bentar. Gw juga punya sesuatu buat lo."

"Wah apaan tuh?"

"Liat aja nanti," gw bergegas membuka lemari mencari tas kecil tempat stoking yg gw beli tadi. Nggak ada di sana. Tunggu dulu, gw lupa naroh di mana.

"Kenapa?" tanya Meva.

"Gw lupa tadi gw simpen di mana ya?" gw garuk kepala mencoba mengingat-ingat. Rasanya gw yakin sudah membawa itu ke dalam kamer gw.

Tapi di mana ya?? Gw bingung. Kalap. Jangan-jangan ketinggalan di mall! Omygosh...kok bisa sih gw ceroboh banget!!!

"Emang nyari apaan sih Ri?" tanya Meva lagi setelah gw membongkar hampir semua barang di kamar.

"Maaf Va, kayaknya gw lupa naro dimana," kata gw lemah.

Meva tersenyum.

"Enggak papa kok," katanya. "Ya udah lo makan aja dulu."

"Maaf yah?"

Meva mengangguk lalu beranjak pergi. Huh, dasar gw bego! Kan malu gw! Huaah...besok gw beli lagi deh, gw janji nggak akan lupa lagi kayak sekarang...

"ehm, maaf yah tadi gw lupa naro euy..padahal udah seiya-iya beli juga," kata gw sambil meletakkan bidak catur di petaknya.

"emang lo beli apaan sih?" tanya meva penasaran. "kayaknya serius banget?"

"eh, enggak kok....bukan sesuatu yg penting juga sih," sergah gw. "cuma khan sayang ajah udah beli tapi malah ketinggalan. bego banget yah gw?"

"haha...itu mah emang dari dulu Ri," dan meva pun tertawa kecil. dia mulai melangkahkan dua pion di depan raja dan kuda.

"yeeey nggak gitu juga kali. tapi ya udah deh biar aja, daripada ntar lo nggak suka mending nggak jadi." gw buka permainan dengan melangkahkan pion di depan kuda.

"yah itu mah elo nya aja emang nggak niat ngasih. jangan-jangan lo malah belum beli apa-apa iya khan??"

"enak aja. enggak kok gw beneran udah beli tadi."

"emang apaan sih? gw jadi penasaran nih."

"baguslah kalo penasaran."

"yeeeeeee bagus apanya?? dasar dodol lo."

"itu artinya gw manis yah? hehehe"

meva sudah melangkahkan luncur hitamnya di tepi pertahanan gw. tapi gw bisa menebak ke arah mana dia akan berjalan. gw majukan pion menutupi petak luncur sekaligus mengancamnya.

"nggak ada yg bilang begitu," dengus Meva.

gw tertawa lebar.

"ekhem ekhem," indra muncul dari kamarnya dengan seragam lengkap. dia sudah bersiap berangkat kerja. "deeeuuuuhhh yg lagi mesra-mesraan. hohoho"

"sapa yg mesra-mesraan?" tanya meva nyolot. "gw sama Ari?? beeuuh.....ogah banget gw. hahaha"

"emang lo pikir gw juga mau sama lo???" balas gw.

"ouwh, ternyata begitu yah cara kalian menunjukkan kemesraan di depan orang lain..dengan pura-pura marahan dan jual mahal gitu. hehehe"

gw perhatikan pipi meva memerah. dia malu nampaknya. hehehe...

"udah dul, kasian tuh si meva nya malu," kata gw. "udah berangkat sana."

"emmmmhhh....pengen gw cepet-cepet pergi yah?" indra memandang gw sok ngerti. "iya iya gw cabut nih. selamat menikmati malam yg dingin yaah?"

dan indra pun turun ke tangga. gw baru sadar gw kena skak.

"lho, kok bisa????" tanya gw heran. gw perhatikan lagi seisi papan. ada yg aneh, tapi gw nggak ngeuh apa yg anehnya.

"ya bisa lah...gw gitu loh." kata meva pongah.

"tunggu tunggu, kok luncur lo di petak item semua????" gw menunjuk luncurnya. "loe curang!! ketauan nih!"

meva melongo.

"eh, iya sorry gw salah ngelangkahin," dia menarik salahsatunya ke petak putih lagi.

"wah wah ternyata lo gitu ya maennya," kata gw. "pantesan lo sering menang?"

"eh, enggak gitu ya. gw beneran salah langkah kok ini. sumpah! jangan asal nuduh lo yaa?"

"ah, orang kalo ketauan boongnya pasti gini deh."

"apaan? gw beneran salah tadi mah. sebelum-sebelum ini enggak kok."

dan setelah adu argumen selama limabelas menit permainan dilanjutkan dengan gw harus lebih teliti melihat tiap langkah pion meva. selama sepuluh menit pertama gw perhatikan saksama tapi ternyata melelahkan juga.

"skak," gw memakan pion milik meva dengan menteri gw.

meva terdiam. gw tunggu, dia masih diam juga.

"wooii..." kata gw. "itu gw skak raja lo. malah melongo loe."

"eh, emh...sorry.........tiba-tiba ada yg kepikiran sama gw soalnya."

"mikir mulu cepet tua loh."

meva mencibir.

"lo ama gw tuaan lo kali??" katanya. "gw lagi mikirin tentang pion yg barusan lo makan nih."

"yaelaah timbang pion kecil juga, dipikirin banget. lo kan masih punya banyak serdadu."

meva menggeleng.

"justru itu Ri," katanya.

"..........."

"kok gw ngerasa hidup gw kayak pion ini yah?" dia mengangkat pion yg tadi gw makan.

"maksudnya?" gw nggak ngerti.

"ya kayak yg lo bilang tadi, ini cuma pion kecil..." lanjutnya. "nggak ada artinya. diremehin. nggak diterima keberadaannya sama mereka yg lebih besar dari dia. baru sadar ternyata hidup gw juga gitu Ri. nggak banyak yg mau nerima gw. gw selalu merasa kecil di depan orang lain, termasuk elo."

gw kernyitkan dahi.

"kok lo bisa ngmong gitu?" komentar gw.

"gw cuma ngomongin kenyataan kok." mendadak sorot mata meva berubah sayu. "apa hidup gw terlalu salah buat gw ya? mulai dari masa lalu gw sampe keanehan yg gw miliki. semua nggak bisa diterima gitu aja sama orang lain."

"sorry, tapi gw nggak paham yg lo omongin."

"bukan apa-apa kok. lagian juga belum saatnya lo tau tentang ini."

"oke lo bilang mereka nggak nerima lo, tapi kan lo punya gw? gw nggak pernah mempermasalahkan masa lalu kan? karna gw juga nggak tau."

"nah, itu dia. karena lo nggak tau makanya lo bisa nerima gw. lain halnya kalo lo tau, mungkin akan beda keadaannya."

gw diam, mencoba mencari pembenaran dari kalimatnya.

"emang sih...kadang sesuatu itu tampak indah kalo kita nggak tau apa di balik itu semua. tapi bukan berarti lo bisa nge judge bahwa orang akan nggak nerima lo misalnya dia tau rahasia lo. buat gw, apapun dan gimanapun masa lalu seseorang kemarin, yg gw liat adalah hari ini. karna semua akan selalu sulit kalo kita cuma nilai dari masa lalu."

giliran meva yg diam. matanya tetap sayu menatap pion yg tadi.

"gini deh Meva sayaang......" gw ambil pion yg sejak tadi dipandanginya. "pion ini, memang nggak ada artinya saat ini." gw letakkan di salahsatu petak. "tapi kalo pion ini bisa ngelewati semua ujian untuk bisa sampai di petak terakhir..." gw letakkan dia di petak paling sudut di daerah pertahanan gw. "pion nggak berharga ini bisa bermetamorfosa jadi benteng, kuda atau bahkan jadi menteri."

dan gw mengganti pion itu dengan menteri. meva masih diam.

"sama kayak hidup kita," lanjut gw lagi. "kalo kita bisa bertahan dan ngelewatin semua ujian dalam hidup, suatu saat nanti kita bisa jadi yg lebih hebat dari mereka yg selalu merendahkan kita. kita bisa jadi sesuatu yg berarti buat mereka juga, Va. lo harus tau itu...."

meva masih diam, tapi perlahan sesungging senyum merekah di bibirnya.

"dan asal lo tau Va, gw nerima lo apa adanya kok, gimanapun keadaan loe."

meva malah tertawa.

"bisa banget lo ngomongnya," kata dia. "haduh kita lagi maen catur tapi kok malah jadi ngelantur gini yah? hehehe.."

"ya elo dulu sih yg ngajakin ngelantur."

"tapi bener juga kata lo Ri," katanya lagi. "suatu hari nanti gw akan tunjukkin ke lo, gw juga bisa kayak pion itu. gw akan jadi orang besar di hidup gw!"

"hemmm....baguslah kalo lo ngerti."

"thanks Ri," dia menyodorkan tangannya. "salaman dulu deh."

"buat apa?"

"biasanya orang-orang besar kayak bos gitu kan suka salaman sama rekan bisnisnya? yah sebelum nasib gw sama kayak mereka, minimal salamannya aja dulu deh."

lalu kami berdua sama-sama tertawa. dan alih-alih main catur, akhirnya malam itu kami malah ngobrol soal masa depan kami, tentang rencana Meva setelah lulus kuliah nanti dan bagaimana nasib gw setelah habis masa magang. banyak juga yg kami bicarakan. sedikit berkhayal dan hal nggak penting juga memang, tapi seenggaknya sejak malam itu kami sadar bahwa ada hari esok yg harus kami harapkan. dan sekecil apapun harapan itu, selalu ada mimpi yg bisa mewujudkannya....

Memasuki bulan September kami jadi lebih sebuk dari biasanya. Indra baru saja naik jabatan jadi foreman di tempat kerjanya, lalu Meva yg sekarang lagi giat-giatnya ngejar ketinggalan tugas-tugas yg dulu sempat terbengkalai. Sementara gw sendiri, karena ini adalah bulan terakhir dari masa magang gw, jadi gw sibuk “mencuri” penilaian baik dari para bos gw. Tapi bukn menjilat lho. Hehehe…..

Gw cuma berharap gw akan resmi jadi karyawan tetap di perusahaan gw sekarang karena gw malas kalo mesti mengulang dari awal mencari kerja. Dan imbasnya adalah gw sekarang jadi sering pulang malam karena lembur. Otomatis dengan kesibukan dari masing-masing membuat kami jadi sedikit jarang bertemu. Gw yg dulunya tiap hari menghabiskan malam dengan duduk menghadapi papan catur, sekarang pulang di jam-jam biasanya gw sudah selesai main catur. Hampir tiap hari gw lihat kamar Meva sudah gelap, dia pasti sudah tidur. Kalau sudah begitu gw juga biasanya langsung beranjak tidur di kamar gw.

Suatu malam gw menemui Meva sedang duduk di depan kamarnya. Gw saat itu baru saja selesai lembur dan baru pulang jam setwngah delapan malam. Meva langsung berdiri menyambut gw dengan teriakan nyaringnya memanggil gw.

“Arrriiiiiiii……………” gw yakin suaranya sampai terdengar ke bawah.

“A-p-a-a-a-a-a-a-a-a-n??????” gw balas berteriak.

“Baru pulang loe??” dia berteriak lagi masih dengan volume suara yg sama.

“Apaan sih loe, kayak manggil orang di hutan ajah,”kata gw memulai dengan suara yg normal.

“Heehehehe…..enggak papa kok cuma manggil ajah,” dia cengingisan. “Kok udah balik jam segini?”

“Napa? Gak suka loe kalo gw balik?” jawab gw sambil berlalu ke dalam kamar.

“Idiiiiih……………kok ngomongnya gitu?” dia menyusul gw ke dalam kamar. Dia langsung ambrukkan diri di kasur. “Ya gw heran aja coz akhir-akhir ini kan biasanya lo baliknya malem banget.”

“Biasa aja kali,” kata gw. “Gw juga heran jam segini lo masih idup.”

Meva melempar guling ke gw.

“Gw nggak suka ngebo kayak lo,” sergahnya.

“Emang gw ngwbo yah?”

“Begitulah. Lo kalo ngebo kan udah susah banget tuh bangunnya.”

“Sekarang udah nggak lagi tau.”

“Masih. Orang kalo gw bangun pagi aja kamer lo masih nutup?”

“Itu karena gw udah berangkat, dodol.”

“Jangan manggil gw ‘dodol’ ah.”

“Emang napa?”

“Nggak suka aja.”

“Nggak sukanya kenapa?”

“Nama gw kan bukan itu??”

“Emang gw manggil lo itu? khan gw manggil lo ‘dodol’ bukan ‘itu’?”

“Aaaaarrrrrrghhhhhhhhhhhh…..ngomong sama lo kayak ngomong sama tembok, suaranya mantul.”

“Ya bagus dong…biar ada echo nya.”

Meva mencibir. Gw ambil kaos dan celana dari lemari lalu keluar.

“Mau kemana lo?” tanya Meva.

“Ke kamer lo.”

“ngapain?”

“Salin ganti baju. Masa gw mau ganti baju di depan lo??”

Meva tertawa lebar.

“Kan cuma ganti baju, bukan ganti celana??” suara Meva terdengar jauh karena gw sudah ada di kamernya. Dia lalu tertawa lagi. Gw kembali ke kamar gw setelah selesai salin.

“Udah makan lo?” tanya gw.

“Belum,” dia menggelengkan kepala.

“Sama gw juga belum. Mau makan malem bareng?”

“Woow…lo ngajak gw dinner Ri?”

Gw kernyitkan dahi.

“Iyah, gw mau ngajak lo candelight dinner di warung mie ayam. Lo mau?”

“Mau aja.” Dia mengangguk mantap.

“Lo mah dasarnya aja segala mau.”

Meva terkikih pelan. Dia berdiri.

“Ya udah sekarang berangkat.” Katanya.

“Kemana?”

“Ya makan lah. Kan lo tadi ngajakin dinner?”

“hahaha… keren banget yah dinner di warung mi ayam.”

“Buat gw, bukan di mana atau apa yg dilakukan, yg gw nilai. Tapi dengan siapa kita melakukannya.”

Gw tertawa pelan.

“Udah ah lo jago banget kalo ngeombal kayak gitu.”

“Yeeeee…..sapa yg ngegombal? Orang gw cuma ngomong biasa kok? Lo ngerasa kegombal yah? Hehehe…”

“Enggak juga tuh.”

“Eh eh, gini ajah gini ajah, gw punya ide,” katanya semangat. Gw tau kalo Meva ngomong kayak gitu pasti ide yg keluar adalah ide aneh.

“Ide apaan lagi?”

Dia tampak berpikir sebentar lalu tertawa sendiri.

“Gw punya permainan,” katanya lagi. “Yg kalah nanti harus nraktir makan malem ini.”

“Caranya?” gw kernyitkan dahi.

“Ehem….jadi gini,” dia mengetuk jidatnya dengan telunjuk tanda dia sedan mencari kalimat yg pas untuk diungkapkan. “Judulnya lomba ngerayu.”

Tuh kan pasti deh ide aneh!!

“Dari namanya aja gw udah tau pasti permainannya aneh,” komentar gw.

“emang iya aneh, kan biar lebih seru? Berani enggak lo?”

Gw mendengus pelan. Terus terang yg gw pikirkan adalah gimana caranya malem ini makan gratis.

“Gimana cara maennya?” tanya gw.

“Sesuai namanya, kita ngerayu, terus yg dirayu harus bales ngerayu lagi. Tapi yg nyambung lah.. kayak bales pantun aja gitu. Yg balesannya nggak nyambung atau GR duluan, kita anggap dia kalah. Gimana?”

“Ide lo beneran aneh. Udah deh tinggal lo siapin duit buat makan porsi dua orang.”

“Enggak mau! Kalo lo mau makan gratis, menangin dulu permainannya.”

“Hadeuuh…..iya iya deh. Gw harus gimana?” kata gw kesal.

“Lo rayu gw,” entah kenapa tapi gw merasa pandangan mata Meva seperti menantang gw.

Dengan sedikit malas gw tarik tangan Meva dan hampir memeluk dia sebelum sebuah tamparan mendarat di pipi kiri gw.

“Kok gw malah ditampar????” gw sewot.

“Ya elonya ngagetin gw! Kan gw nyuruh lo ngerayu, bukan maen tarik terus peluk gitu aja!”

“Itu kan cuma trik doang? Bukannya cewek itu suka yah kalo dipeluk?”

“Enggak! Gw nggak suka!”

“Ya udah maap kalo gitu,” gw usapi pipi gw yg sakit. “lo sensian juga ternyata.”

“Iya iya gw minta maap.” Dia menatap gw melas. “Tadi cuma reflex kok.”

“Yah respek lo bagus kalo gitu.” Rasanya rahang gw dislokasi nih.

Gw dan dia diam.

“Ya udah sok atuh sekarang lanjutin, lo ngerayu gw.”

Dan setelah gw pastikan nggak akan ada lagi tamparan di pipi gw, gw raih dan genggam kedua tangan Meva. Dia menatap gw penuh pertanyaan apa yg akan gw katakan. Ah, sial…mendadak otak gw nge blank. Entahlah tapi rasanya daah dalam tubuh gw berdesir begitu cepat saat mata kami saling beradu pandang.

“I…..love………….you………………” setelah berpikir dan nggak menemukan alternative lain untuk diucapkan akhirnya kalimat itu yg keluar dari mulut gw.

Wow! Kayaknya gw ngomong itu dari hati banget!! Eh, tapi nggak dink…. Eh, tapi iya sih! ah, tau deh!

“………………”

Meva tersenyum sebelum menjawab.

“Itulah alasan kenapa gw ada di sini,” katanya.

Ah, ini cewek pinter banget bikin gw melting!! Tapi sebisa mungkin gw menahan bibir gw yg sejak tadi pengen nyengir. Dalam hati sebenernya gw geli sendiri. Apa perlu yah ngelakuin hal bodoh macam ini??

“Jangan pergi…” lanjut gw. “Tanpa kamu, hidupku seperti malam tanpa bulan…gelap banget…”

“Kok gelap? Kan masih ada bintang?”

Duueeenggg……!!

“Eh, ng……yaa karena……karenaaa………” gw bingung jawab apa. “Karna bintang nggak pernah bisa bersinar seperti terangnya bulan. Ya, ya….karna itu.”

Semoga jawaban gw nggak malu-maluin!

Dia malah tersenyum lagi……

“Aku harus pergi Ri,” kata Meva. “Tapi aku akan kembali sebelum kamu sempat merindukan aku…”

Hemmmph………….lagi-lagi gw speechless.

“Tapi sayangnya gw nggak akan rindu sama loe Va.” Dan gw pun tertawa lebar.

Mendadak raut wajah Meva berubah. Dia langsung cemberut lalu mendorong gw ke belakang.

“Apaan tuh?? Mana ada orang ngerayu kayak gitu?!” katanya sewot. “Lo kalah!”

“Enak aja!” balas gw nggak kalah sengit. “Kan loe yg nggak bisa bales rayuan gw. Lo yg kalah!”

“Ya abisnya mana ada coba orang ngerayu malah becanda kayak gitu,” Meva tetep ngotot.

“Ya udah ya udah….buruan makan lah, gw udah kelaperan daritadi nih.” Kata gw lalu keluar kamar.

Meva menyusul gw dari belakang.

“Jadi siapa yg bayar dunk??” tanyanya.

“Udah bayar masing-masing ajah.”

“Lha terus yg tadi jadi gimana? Percuma doonk…….gw udah capek-capek ngomong juga.”

Gw tertawa pelan.

“Yaah seenggaknya sekarang gw tau sesuatu tentang loe,” jawab gw santai.

“Tau apa??” cecar Meva. dia berjalan di samping gw.

“Ya pokoknya gw tau deeh..”

“Tau apa emangnya??” kayaknya dia penasaran banget.dia mulai menggoyang-goyang tangan gw.

“Pokoknya ada aja!” gw tertawa dan segera berlari sebelum cubitannya mendarat di tangan gw...


Next Novel Sepasang Kaos Kaki Bagian 8
Novel Sepasang Kaos Kaki Hitam Adalah Novel Karya Ariadi Ginting a.k.a Pujangga.Lama. 
Share This :

Artikel terkait : Novel Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 7

Posting Lebih Baru Posting Lama

0 komentar: